Di tengah hiruk pikuk penguman KPU soal presiden terpilih 2014-2019, timeline facebook ramai dengan berita soal Marshanda lepas jilbab. Fotonya diunggah mantan istri Ben ini di akun istagram. Ada juga video monolognya tanppa jilbab yang barusan juga diunggah di youtube. Heboh bingit, apalagi keputusan Marshanda tersebut dilakukan di bulan Ramadhan.
Pro dan kebanyakan kontra pastinya membanjir di postingan artis yang dulu beken di sinetron Bidadari zaman saya TK (abaikan perhitungan usia saya sekarang :D ). Yang jelas concern saya adalah pada tanggung jawab Marshanda yang selama berjilbab dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan ini, menasbihkan dirinya sebagai seorang Motivator atawa Motivartist alias motivator dari kalangan artist (ya kaleee...).
Dulu sempet heran juga ketika artist ini muncul di TV dengan ceramah-ceramahnya. Ngga spektakuler sih materinya, tapi cukup salut dengan kepercayaan dirinya menyebut diri sebagai motivator. At least jika memang ada orang yang berhasil dia motivasi artinya memang udah masuk kategori motivator kan yak? (ya kaleee... #part 2).
Nah, justru sekarang saya jadi terusik dengan 'nasib' mereka yang dulu sudah terinspirasi bin termotivasi dengan ceramah-ceramah Marshanda. Bakal runtuh juga kah motivasi positif yang dulu pernah mereka terima? Bakal shock kah?
Saya memang tidak akan berbicara dalam konteks agama. Bukan keahlian saya tentunya. Saya mencoba bertutur dalam konteks humanis tanggung jawab jangka panjang dari seseorang yang tadinya telah memposisikan diri sebagai penceramah yang menyampaikan banyak masukan positif untuk khalayak ramai. Tanggung jawab motivator tentunya tidak sekedar cuap-cuap di panggung, namun juga mencontohkan dalam kehidupan nyata. Bertanggung jawab pada ucapannya dan melakukan apa yang diucapkan, walk the talk.
Wajar saya khawatir. Soalnya dunia bisnis yang saya tekuni juga sangat akrab dengan keseharian memotivasi orang lain. Saya ngeri membayangkan jika orang-orang yang tadinya mengambil manfaat dari ucapan saya, kemudian melihat saya tidak melakukan hal seperti yang saya ucapkan. Atau lebih ngeri juga jika saya membayankan orang yang selama ini saya percaya sebagai motivator bagi saya, kemudian terbukti melakukan hal sebaliknya dari yang diucapkannya. Jangaan-jangan fondasi positif yang saya tangkap darinya pun akan ikutan runtuh?
Marshanda boleh saja berkelit bahwa keputusannya adalah hak pribadinya, bahwa dia tidak peduli pada pikiran dan pendapat orang lain. Boleh, monggo, silakan neng.. Tapi ingatkah dia, bahwa keputusannya sebelumnya yang mengambil posisi dan mengklaim diri sebagai motivator sesungguhnya membawa serta tanggung jawab jangka panjang bagi orang lain yang cukup besar? Pada mereka yang terlanjur terinspirasi? Think again yah neng kalo sempaat... (*)
Pro dan kebanyakan kontra pastinya membanjir di postingan artis yang dulu beken di sinetron Bidadari zaman saya TK (abaikan perhitungan usia saya sekarang :D ). Yang jelas concern saya adalah pada tanggung jawab Marshanda yang selama berjilbab dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan ini, menasbihkan dirinya sebagai seorang Motivator atawa Motivartist alias motivator dari kalangan artist (ya kaleee...).
Dulu sempet heran juga ketika artist ini muncul di TV dengan ceramah-ceramahnya. Ngga spektakuler sih materinya, tapi cukup salut dengan kepercayaan dirinya menyebut diri sebagai motivator. At least jika memang ada orang yang berhasil dia motivasi artinya memang udah masuk kategori motivator kan yak? (ya kaleee... #part 2).
Nah, justru sekarang saya jadi terusik dengan 'nasib' mereka yang dulu sudah terinspirasi bin termotivasi dengan ceramah-ceramah Marshanda. Bakal runtuh juga kah motivasi positif yang dulu pernah mereka terima? Bakal shock kah?
Saya memang tidak akan berbicara dalam konteks agama. Bukan keahlian saya tentunya. Saya mencoba bertutur dalam konteks humanis tanggung jawab jangka panjang dari seseorang yang tadinya telah memposisikan diri sebagai penceramah yang menyampaikan banyak masukan positif untuk khalayak ramai. Tanggung jawab motivator tentunya tidak sekedar cuap-cuap di panggung, namun juga mencontohkan dalam kehidupan nyata. Bertanggung jawab pada ucapannya dan melakukan apa yang diucapkan, walk the talk.
Wajar saya khawatir. Soalnya dunia bisnis yang saya tekuni juga sangat akrab dengan keseharian memotivasi orang lain. Saya ngeri membayangkan jika orang-orang yang tadinya mengambil manfaat dari ucapan saya, kemudian melihat saya tidak melakukan hal seperti yang saya ucapkan. Atau lebih ngeri juga jika saya membayankan orang yang selama ini saya percaya sebagai motivator bagi saya, kemudian terbukti melakukan hal sebaliknya dari yang diucapkannya. Jangaan-jangan fondasi positif yang saya tangkap darinya pun akan ikutan runtuh?
Marshanda boleh saja berkelit bahwa keputusannya adalah hak pribadinya, bahwa dia tidak peduli pada pikiran dan pendapat orang lain. Boleh, monggo, silakan neng.. Tapi ingatkah dia, bahwa keputusannya sebelumnya yang mengambil posisi dan mengklaim diri sebagai motivator sesungguhnya membawa serta tanggung jawab jangka panjang bagi orang lain yang cukup besar? Pada mereka yang terlanjur terinspirasi? Think again yah neng kalo sempaat... (*)